Konser Simfoni untuk Bangsa

Dalam rangka memperingati 70 Tahun Indonesia Merdeka, Avip Priatna dengan Jakarta Concert Orchestra mempersembahkan konser bertajuk Simfoni Untuk Bangsa yang didukung penuh oleh Batavia Madrigal Singers dan The Resonanz Children's Choir.

Tampil sebagai solis Bernadeta Astari (sopran), Farman Purnama (tenor), Rainier Revireino (bass) Metta F. Ariono (flute), Marini Widyastari (flute) di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Cikini tanggal 29 Agustus 2015.

Memang Avip Priatna telah memperlihatkan kemampuan puncaknya pada malam itu sebagai Music Director tidak diragukan lagi. Bernadeta Astari dengan lagu "Untukmu Indonesiaku" dan Farman Purnama dengan "Pinta Hamba" menjadi bintang dalam konser tersebut. Keduanya baru menyelesaikan program pasca sarjana di Utrecht Conservatory dengan hasil Cum Laude.

Lagu "Sia-sia" karya Toety Heraty Rooseno dan Fauzi Wiriadisastra adalah karya tersulit malam itu namun berhasil mencekam penonton. Lagu "Tetabeuhan Sungut" karya alm. Slamet Abdul Sjukur sangat cocok untuk Batavia Madrigal Singers. Banyak hadirin tidak tahu Tetabeuhan Sungut adalah bahasa Sunda yg berarti tabuh mulut.

Elwin Hendrijanto cemerlang menggubah lagu "Tokecang". Lagu "Bendera" dan "Bungong Jeumpa" menambah kemeriahan acara. Buku program dicetak sungguh-sungguh; pencantuman pengarang lagu, penggubah dan penyanyi tersusun secara jelas. Tapi malam itu yang paling bahagia adalah istri saya yang berulang tahun.




Salman Aristo: Belajar Nulis, Belajar Hidup

Life is about storytelling. The rest, is just details.

(Salman Aristo)

Bagi penggemar film-film nasional pasti tak asing lagi dengan sosok Salman Aristo. Ia adalah penulis skenario layar lebar yang empat filmnya, yaitu Laskar Pelangi, Ayat-Ayat Cinta, Sang Pemimpi dan Garuda di Dadaku masih bertengger di sepuluh besar film Indonesia terlaris sejak 2007. Ia telah menerima 8 nominasi skenario terbaik di Festival Film Indonesia sejak 2005, dan plakat skenario terbaik dari Farabi Children International Film Festival di Isfahan, Iran, untuk Sang Pemimpi.



Salman Aristo memang menyukai film dan menulis sejak kecil. Di umurnya yang masih lima tahun, ia sering diajak orangtuanya ke gedung bioskop untuk menonton film Warkop. Sejak dari kecil itulah dirinya menjadikan menonton sebuah kegiatan utama. Sampai akhirnya ia kuliah di Universitas Padjajaran Bandung dengan mengambil jurusan jurnalistik. Hobi menulisnya ia tuangkan dengan menulis skenario film pendek, tapi itu semua menurutnya, film dan menulis skenario hanya sekedar hobi, karena ia lebih memilih bermusik.

Jalan menuju dunia film terbuka lebar saat dirinya menjadi wartawan di majalah musik, Trax Magazine. Ia memegang rubrik film kala itu. Rubrik film yang ia pegang membuatnya banyak bertemu dengan orang-orang film seperti Hanung Bramantyo, Rizal Mantovani, dan Erwin Arnada yang memberikan banyak peluang untuknya terjun di dunia film. Ia pun bergabung dengan Komunitas Film, Kine 28.

Dan tanpa disangka, dalam kurun waktu 2 tahun ia berhasil menulis lima skenario: Brownies, Catatan Akhir Sekolah, Cinta Silver, Jomblo, dan Alexandria. Disaat dirinya rehat dari dunia film, ia mencoba terjun di FTV. Sebanyak 3 judul berhasil ia kerjakan. Selesai FTV barulah dirinya ditawari untuk mengerjakan film yang menjadi box office selama berminggu-minggu, "Ayat-Ayat Cinta", yang pengerjaan naskahnya ia lakukan secara kolaboratif dengan istrinya, Ginatri S Noer.

Meski telah banyak meraup kesuksesan, perjalanan Salman sebenarnya tidak selalu lancar dan mulus. Ia juga pernah mengalami penolakan dan kegagalan. "Di awal karier saya, pernah ada dua skenario saya yang hingga kini tidak tahu nasibnya. Gagal diproduksi tanpa sebab yang pasti. Kalau penolakan, sampai sekarang pun masih ada cerita saya yang ditolak. Hal ini tidak menghentikan langkah saya dalam menulis film. Saya sudah menetapkan diri untuk menjadikan dunia penulisan cerita sebagai pilihan hidup saya," demikian ujarnya saat diwawancara oleh AreaMagz.

Untuk yang ingin mengikuti jejaknya sebagai penulis skenario, Salman berpesan, "Pertama, jadilah penulis skenario yang sadar bahwa mereka mengerjakan dengan menggunakan medium yang sangat luar biasa sekali. Jadi tanggung jawabnya juga harus disadari betul. Kedua, kalau memang ingin jadi penulis skenario, jadilah selalu berusaha yang terbaik. Dan yang paling penting adalah, kuasai dasarnya dulu. Selalu berkembang, selalu tumbuh. Jadilah penulis skenario yang selalu mau belajar. Itu yang akan membuat kita menjadi penulis skenario yang akan terus tumbuh jadi lebih baik," demikian seperti dikutip oleh Hanan Novianti di blognya.

Dalam berkarya, Salman mengaku selalu berusaha menjadi otentik ketimbang orisinal. Menurutnya, otentik adalah lebih dekat dengan khas, unik dan akhirnya jujur. Ia tidak pernah merasa jenius. Atau terpilih. Ia dianugerahi cinta keras kepala yang dijaganya dengan kerja keras.




Sumber:
salmanaristo.com
indonesianfilmcenter.com
areamagz.com
kacanako.wordpress.com

Selamat Jalan Guru Zuhal



Prof Zuhal Abdul Qadir... begitu banyak kenangan kami terhadap beliau.

Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi periode 1999-2000 ini tutup usia pada usia 74 tahun, Sabtu, 15 Agustus 2015 pukul 08.57 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Penerima tanda penghargaan Bintang Mahaputra Adipradana pada 1999 itu mengembuskan napas terakhir saat dirawat di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta, karena komplikasi asma dan infeksi paru.

Tokoh ristek kelahiran Cirebon, 15 Mei 1941 ini semasa hidupnya pernah menjabat Direktur Jenderal Listrik dan Pengembangan Energi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral serta Direktur Utama dan Komisaris Utama PT PLN. Ia juga pernah menjadi Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Rektor Universitas Al Azhar Indonesia, Ketua Komite Inovasi Nasional (KIN), dan Ketua Dewan Riset Nasional.

Prof Zuhal ini adalah dosen saya, Arifin dan Yani di ITB, beliau mengajar pelajaran Pengantar Teknik Tenaga Listrik. Ia dikenal sebagai sosok yang low profile, tekun, dan tidak pernah berprasangka buruk terhadap orang lain. Beliau juga amat menyukai seni. Pada konser-konser musik yang kami selenggarakan, beliau selalu tak ketinggalan hadir.

Selepas menjabat sebagai Menristek, beliau tetap terus menggeluti dunia sains dan teknologi. Selama hidup beliau telah menghasilkan puluhan publikasi ilmiah serta sejumlah buku mengenai inovasi di bidang sosial, ekonomi dan iptek.

Acara "Tribute to Professor Zuhal" yang diadakan oleh civitas akademika Universitas Al-Azhar Indonesia, 5 Maret 2014 di Auditorium Arifin Panigoro.

Kami memiliki kedekatan khusus dengan Prof Zuhal. Paman beliau, almarhum Mursal, turut terlibat dalam usaha almarhum ayah kami, Jusuf Panigoro, sekitar tahun 1955.

Pada saat beliau menjadi Rektor Universitas Al-Azhar Indonesia (dikenal sebagai UAI), saya dan Sugiharto menggagas pembangunan gedung Universitas Al-Azhar dengan bantuan Bank Mandiri. Kini gedung pendidikan tersebut telah berdiri megah di kawasan Blok M, Jakarta Selatan dan ruang auditoriumnya diberi nama Arifin Panigoro. Kemudian saya diangkat menjadi Ketua Dewan Penyantun Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI).



Inilah sebuah era di mana ilmu pengetahuan, teknologi, kewirausahaan dan inovasi menjadi faktor pendorong utama pertumbuhan (growth) bukan akumulasi modal, bukan pula penggunaan scarce resources atau sumber-sumber langka (baca: sumber daya alam) sebagaimana dirumuskan dalam model ekonomi klasik.

(Prof Zuhal Abdul Qadir)


Sumber:
Kompas, 16 Agustus 2015
Zuhal.id

Megaproyek Terealisasi

Implementasi Integrasi Industri Migas Harus Jalan

Hilirisasi industri yang terintegrasi mulai terealisasi di sektor minyak dan gas. Hal itu ditandai dengan peresmian Megaproyek Pertamina Terintegrasi di Banggai, Sulawesi Tengah. Proyek pengolahan gas alam diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.

Presiden Joko Widodo (kedua kanan) didampingi Ibu Negara Iriana Joko Widodo (kedua kiri) dan Menteri ESDM Sudirman Said (kanan) berbincang dengan Direktur Utama PT Pertamina Dwi Soetjipto (kiri) saat mengunjungi kilang Donggi-Senoro LNG seusai meresmikan Megaproyek Pertamina Terintegrasi di Banggai, Sulawesi Tengah (Minggu, 2/8). -ANTARA FOTO/ISMAR PATRIZKI-
Megaproyek Pertamina Terintegrasi menelan biaya investasi sekitar 5,6 miliar dollar AS atau sekitar Rp 75,4 triliun. Megaproyek itu, antara lain Joint Operating Body (JOB) Pertamina Medco Tomori Sulawesi dengan nilai investasi 1,2 miliar dollar AS, Matindok Gas Development Project senilai 0,8 miliar dollar AS, Donggi-Senoro LNG 2,8 miliar dollar AS, dan pabrik amonia PT Panca Amara Utama senilai 0,8 miliar dollar AS.

Presiden Joko Widodo mengatakan, proyek itu merupakan bagian dari komitmen pemerintah membangun kedaulatan energi. "Kita ini negara yang sangat besar dengan kekayaan laut dan bahan mentah yang banyak sekali. Inilah yang harus dihilirisasi. Kita harus memulai melakukan reindustrialisasi besar-besaran," kata Presiden saat meresmikan proyek tersebut, Minggu (2/8), di Desa Uso, Kecamatan Batui, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah.

Megaproyek Pertamina Terintegrasi merupakan proyek pertama yang mengadopsi konsep hulu dan hilir. Sumber minyak dan gas alam diambil dari Blok Donggi-Senoro, sedangkan pengolahan dilakukan di kilang Donggi-Senoro LNG yang berkapasitas 2,1 million tons per annum (MTPA).

Dengan target total produksi hulu 415 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD), Presiden berharap proyek itu dapat memasok kebutuhan pembangkit listrik, pabrik amonia, dan kilang LNG. Presiden juga meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan PT Pertamina betul-betul mengawal proyek tersebut.

"Integrasi diharapkan tidak di atas kertas saja, tetapi juga di lapangan, dari produsen gas hingga pengguna industri petrokimia, pembangkit listrik, maupun pembeli LNG. Jangan sampai ada sumbatan-sumbatan masalah di lapangan. Jika perlu, persoalan itu bisa disampaikan kepada saya selaku presiden agar cepat diselesaikan," kata Jokowi.

Perekonomian

Presiden Jokowi mendorong produksi domestik harus mampu berkontribusi pada perekonomian daerah dan nasional. Integrasi industri nasional perlu terus diperkuat. Selain itu, keterlibatan peran pemerintah daerah juga perlu ditingkatkan.

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto mengungkapkan, ketentuan penjualan hasil produksi megaproyek tersebut memang belum fokus pada pembagian porsi, baik domestik maupun ekspor.

Namun, tren permintaan gas dari dalam negeri diperkirakan bakal meningkat. Pertamina telah siap mengakomodasi kebutuhan tersebut.

"Kendala mengembangkan produksi dan distribusi gas ke pasar domestik adalah infrastruktur," kata Dwi. Pemerintah perlu mengembangkan solusi untuk mengatasi masalah infrastruktur.

President Director and Chief Executive Officer PT Medco Energi Internasional Tbk Lukman Mahfoedz menyatakan, perlu adanya terobosan pengembangan hulu-hilir sumber daya energi. Integrasi perusahaan swasta nasional perlu mendapat dukungan dari pemerintah.

"Kami merencanakan proyek integrasi serupa di Blok Simenggaris, Kalimantan Utara. Konsepnya adalah LNG mini. Selama kurun waktu tiga tahun, kami telah menggodok usulan ini dan semoga pihak pemerintah bersedia," kata Lukman. Menurut rencana, pembeli gas dari LNG mini tersebut adalah PT PLN (Persero).

President Director PT Donggi-Senoro LNG Gusrizal mengungkapkan, target produksi dari kilang LNG Donggi-Senoro adalah 2 juta ton per tahun. Target ini memerlukan produksi penuh dari dua blok di hulu.

Head of Corporate Communication PT Medco Energi Internasional Imron Gazali menyebutkan, JOB Pertamina Medco Tomori Sulawesi juga mampu menghasilkan kondensat 8.000 barrel per hari.

Sumber: Kompas, 3 Agustus 2015