Berbisnis Itu (Tidak) Mudah -- JEJARING

Disarikan dari buku Berbisnis Itu (Tidak) Mudah: Pengalaman dan Pemikiran Arifin Panigoro (edisi keempat). Medco Foundation, 2008.

Mencari teman lebih sulit ketimbang mendapatkan musuh. Pepatah itu sangat benar adanya. Bagi Arifin, memiliki teman sebanyak-banyaknya merupakan satu kekuatan dalam melakukan apa saja, termasuk soal bisnis. Beragam cara dilakukannya dalam menjalin dan menjaring pertemanan.


Suatu ketika di tahun 1983 Medco memerlukan sumber dana sebesar US$ 4,5 juta untuk pelunasan pembayaran sebuah rig di Amerika Serikat. Arifin kemudian sowan ke Pak Wijarso, yang kala itu menjabat sebagai Dirjen Minyak dan Gas di Departemen Pertambangan. Dialah yang memperkenalkan Arifin dengan Nissho Iwai, lembaga keuangan dari Jepang, yang ikut membantu pembiayaan pembelian rig tersebut.

Tak hanya itu, Pak Wijarso juga berjasa banyak dengan ikut membesarkan Medco. Sejatinya ia bisa dibilang merupakan angel bagi Arifin karena membuka pintu Medco masuk ke industri minyak dan gas.

Ketika itu, pemerintah tengah gencar mendorong perusahaan nasional memasuki bisnis pengeboran minyak dan gas, yang didominasi asing. Beliau sangat mendukung upaya Medco mengikuti tender-tender. Tak hanya itu, dia pula yang meminta Bawden Drilling --sebuah perusahaan asing-- menggandeng Medco, yang boleh dikata masih bayi, sebagai mitra bisnis.

Namun ternyata Bawden malah memilih hengkang daripada harus bekerja sama. Tapi keluarnya pesaing justru membuka kesempatan bagi Medco. Akhirnya, perusahaan nasional ini memenangi tender pengerjaan dua sumur.

Lalu apa kunci utama membina sebuah hubungan?

"Konsisten, menghargai orang, dan memiliki komitmen yang tinggi. Dengan prinsip ini, saya bisa langgeng membina pertemanan, baik dalam bisnis maupun dalan kehidupan sehari-hari, " ujar Arifin.

Berbisnis Itu (Tidak) Mudah -- PERCAYA DIRI

Disarikan dari buku Berbisnis Itu (Tidak) Mudah: Pengalaman dan Pemikiran Arifin Panigoro (edisi keempat). Medco Foundation, 2008.


Hampir tak ada teman yang mendukung langkah saya untuk masuk ke dalam bisnis energi. Siapapun tahu, pengalaman kami hanya sebatas menjadi kontraktor. Terjun ke dunia pengeboran? Semua orang menyatakan saya sedang tidak menapak di bumi.

Tetapi saya tetap memiliki keyakinan dalam diri bahwa pilihan ini bukan semata keinginan tanpa dasar. Keteguhan hati dan rasa percaya diri dalam mengambil keputusan menjadi bekal utama untuk membawa PT Meta Epsi Engineering memasuki bisnis minyak dan gas.


Itu bermula ketika perusahaan ini tengah mengembangkan bisnis jasa konstruksi pipa untuk kebutuhan perusahaan minyak, di antaranya Pertamina.

Dari berbagai interaksi dengan pejabat dan profesional perusahaan minyak, Arifin menangkap peluang untuk ikut berusaha dalam bisnis perminyakan, yang selama ini tak pernah disentuh kalangan swasta nasional. Detail-detail bisnis tersebut dipelajarinya dengan seksama, dari istilah rig hingga teknik-teknik eksplorasi sumur minyak.




Dari situ, ambisinya untuk masuk ke bisnis penyewaan atau pembuatan anjungan minyak (rig) semakin bulat. Akhirnya, rekan-rekan di PT Meta Epsi Engineering tak kuasa menolak tekad Arifin. Kendati modal yang dibutuhkan tidak sedikit, ia yakin semuanya bisa ditangani.

"There is always a better way," demikian selalu ia ucapkan dalam menjawab keraguan teman-teman. Pilihan ini ternyata terbukti tepat. Sebab, sejak itulah berdiri PT Meta Epsi Pribumi Drilling Company, yang disingkat Medco. Era sebagai penyedia jasa pengeboran minyak dan gas pun terbuka lebar ketika kami memenangi tender pengerjaan tujuh semur gas untuk perluasan pabrik Pupuk Sriwijaya di Sumatera Selatan. Belakangan, kata 'pribumi' ditanggalkan seiring dengan tekad untuk mengembangkan Medco ke tingkat global.

Pada Juni 2004, setelah melalui proses yang panjang, MedcoEnergi resmi menguasai 83,36 persen saham Novus Petroleum Ltd. dengan nilai transaksi US$208,4 juta. Ditambah dengan kewajiban membayar pihak ketiga sejumlah US$ 120 juta. Novus adalah perusahaan minyak Australia yang berkonsentrasi di bidang eksplorasi dan produksi minyak. Perusahaan ini memiliki 26 blok minyak dan gas, yang tersebar di Indonesia (blok Kakap dan Brantas), Australia, AS, Oman, UEA, Pakistan dan Filipina.

Langkah itu mengejutkan banyak kalangan. Saat banyak perusahaan dan bank Indonesia dicaplok perusahaan asing, MedcoEnergi malah mengakuisisi perusahaan minyak dan gas kelas dunia.




Akuisisi ini sekaligus mengantarkan MedcoEnergi go international. Sebuah catatan sejarah ditorehkan perusahaan minyak swasta nasional. Tentu langkah ini sebuah prestasi besar. Usaha yang dirintis dari bawah dengan bekal percaya diri itu berhasil mentas di panggung bisnis dunia.

Rasa percaya diri itulah yang menjadi salah satu pendorong setiap kali hendak memasuki bisang bisnis lain. Di antaranya industri fabrikasi dan konstruksi, perkabunan dan pabrik kelapa sawit, mie instant, perhotelan, properti, pertambangan batu bara hingga perbankan.

Singgah di Jogja, Purwodadi, Blora dan Pantai Juana

Minggu lalu, secara kebetulan saya bertemu arsitek Budi Pradono di Bali, dan kami sepakat untuk meninjau sebuah pabrik kayu daur ulang jati di Blora.


Semalam di Jogja

Kami terbang dari Bali ke Jogja dan menginap semalam di hotel Ibis Yogyakarta.

Biduanita di Ibis hotel




Pemain biola berbakat, mahasiswi ISI Jogjakarta


Purwodadi nan damai

Esok paginya, segera setelah sembahyang Subuh, kami meluncur ke Blora melalui Purwodadi.

Landscape di Purwodadi

Kami tak pernah membayangkan bahwa kota Purwodadi rupanya sebuah kota yang asri dengan pola hidup pertanian dan peternakannya yang membuat suasana kehidupan di sana terasa tenang dan damai.

Pasar hewan di Purwodadi

Bersama penjual bibit jati di Purwodadi

Di mana-mana diperjualbelikan bibit jati yang hanya seharga Rp. 800 per pohon, hingga Budi Pradono tak tahan untuk memborong bermacam bibit untuk ditanamnya di Jakarta.


Setelah menikmati sarapan di pasar Purwodadi, kami meluncur ke Blora.


Cerita dari Blora

Blora dikenal sebagai salah satu daerah utama penghasil kayu jati berkualitas tinggi di pulau Jawa. Sesampainya di sana, kami mengunjungi pabrik kayu milik Yulianto, seorang pengusaha pribumi muda yang sungguh membanggakan.


Pabriknya itu berprinsip tidak mau menebang jati, melainkan hanya mau mendaur ulang. Di sekeliling pabrik, mereka menanam jati dengan suatu kontrak (janji) untuk tidak akan ditebang selama 30 tahun.








Meja siap ekspor ke Eropa

Dari pabrik, kami menuju pantai Juana mencari perahu bekas dari jati untuk dibuat dek kayu bagi kolam renang kami yang sedang dibangun di Jakarta.



Kami prihatin demi melihat para nelayan dengan kondisi kehidupan yang sulit di sepanjang pantai itu.


Setelah membeli lima buah perahu, kami menuju warung makan untuk mencoba sate ayam, kambing dan gulai khas Blora yang rasanya luar biasa.



Akhirnya, setelah puas berkeliling, kami pun meluncur ke Semarang, mengejar pesawat pulang ke Jakarta.

Dinner Menjelang Java Jazz 2010

Menjelang Java Jazz 2010, Duta besar Amerika Serikat, Mr. Cameron R. Hume, menjamu para sahabat pencinta jazz di kediamannya yang asri di Jl. Taman Suropati dengan penampilan Ron King Big Band dan komposer dunia dari Los Angeles, Brian Simpsons dan penyanyi jazz Indonesia, Dira.

Hadir pada malam itu Mari Pangestu, Fauzi Bowo, Arifin Panigoro, Pia Alisjahbana, dan lain-lain.

Makanan dan minuman disajikan melimpah ruah sepanjang malam...


Bersama beautiful artists...





Putra dan putri kelahiran Sumedang...

Jane Djuarahadi bersama Eric Bennet

Gouri..., wife of Singapore Ambassador, dan Sutikno

Yuni Shara, DSP, Eric Bennet, Iis Dahlia dan Rossa

Arifin Panigoro dan Inez Somiliere dari Mexico

Felia, Nia dan Cyril tersenyum gembira

DSP & Dira

Cyril, Desi Anwar, Sirait, Felia dan Inez

DSP, Inez dan Brian Simpson, composer kondang dari Los Angeles