PPDI Mencoba Keluar dari Kemelut Konflik Internal

Sosok dan Pemikiran

oleh NAWA TUNGGAL

Sumber: Kompas, 4 April 2009


Partai Penegak Demokrasi Indonesia tampaknya mewarisi sejarah konflik dari pendahulunya. Partai ini adalah kelanjutan dari Partai Demokrasi Indonesia yang merupakan hasil fusi partai peserta Pemilu 1971, yang semula dipimpin Soerjadi.

Sebagai partai yang sempat mengikuti pemilu pada masa Orde Baru, raihan suara dan citra PPDI memang terus merosot. Bahkan, pada Pemilu 2004 partai ini tidak bisa memenuhi ambang batas perolehan suara (electoral threshold). Pascapemilu lalu konflik kepengurusan juga kembali mendera.

Kini PPDI mencoba bangkit menjelang pemungutan suara pada 9 April 2009. Berikut wawancara dengan Ketua Umum PPDI Dedi Sjahrir Panigoro pekan lalu di Jakarta:

Dedi Sjahrir Panigoro

Adakah perkembangan terakhir terkait konflik PPDI?

Pada 4-5 Maret 2009 di Hotel Sahid Jakarta, PPDI menyelenggarakan rapat pimpinan nasional. Di situlah Ketua Umum PPDI Mentik Budiwiyono menyampaikan keinginannya supaya PPDI dipimpin oleh yang lebih muda, dan ditunjuklah saya menggantikan beliau.

Mengenai program yang saya laksanakan, akan meneruskan program yang sudah dijalankan. Saya memiliki moto, orang biasa berbuat luar biasa. PPDI partai yang sudah tua, ini lanjutan dari PDI yang pernah ada, sehingga saya tinggal meneruskan program yang ada dan membangkitkan harapan baru.

Bagaimana dengan penyelesaian konflik internal PPDI?

PPDI sebelum ini memang dilanda konflik internal antara kepemimpinan versi Mentik Budiwiyono dan Endung Sutrisno. Sebelum hal itu terjadi, keduanya merupakan dua sahabat yang sama-sama dibesarkan di Surabaya, Jawa Timur. Lalu, akhirnya terjadi perbedaan pandangan yang menimbulkan konflik berkepanjangan. Karena itu sayalah yang kemudian ditunjuk sebagai Ketua Umum PPDI dalam rapimnas 4-5 Maret 2009 untuk merukunkan kembali antara kelompok Mentik Budiwiyono dan Endung Sutrisno.

Konflik internal PPDI menyangkut pula calon anggota legislatif (caleg) partai ini pad Pemilu 2009. Bagaimana Anda menyikapinya?

Kepengurusan PPDI saat ini tidak akan mempersoalkan mengenai hal itu. Pada saat pengajuan daftar caleg DPR, kepengurusan PPDI di bawah Endung Sutrisno yang dianggap sah sehingga 50 orang yang didaftarkan sebagai caleg itu juga dianggap sah. Kemudian muncul perubahan kepemimpinan PPDI versi Mentik Budiwiyono yang menuntut caleg yang diusulkan Endung Sutrisno dicabut dan akan digantikan dengan usulannya. Namun, proses yang diharapkan Mentik ini tidak dapat berlangsung. Sekarang, kepengurusan saya tidak mempermasalahkan persoalan ini.

Bagaimana pandangan Anda terhadap multipartai sekarang?

Kondisi dwipartai sebetulnya lebih baik, tetapi kita belum siap. Kesulitan membentuk dwipartai itu terletak pada kondisi budaya politik kita yang tidak siap, ekonomi dan pendidikan yang tidak siap. Kita butuh waktu lebih banyak. Untuk jumlah 38 partai politik ditambah enam partai politik lokal di Nanggroe Aceh Darussalam memang terlalu banyak. Tetapi, untuk menuju dwipartai belum memungkinkan. Tetapi, mengurangi jumlah parpol itu penting. Mungkin ke depan sampai sembilan partai politik saja.

Bagaimana kelangsungan PPDI pada masa depan?

Begini saya mengilustrasikan, sudah 10 tahun menanam pohon matoa dari Papua yang diberikan seorang sahabat. Sampai 10 tahun itu hanya tumbuh 2 meter. Orang bilang, itu tumbuh enggak mati enggak. Batang itu saya pangkas 1 meter dan ternyata sekarang bisa tumbuh sangat lebat. Bahkan, paling lebat dibandingkan dengan pohon lainnya di rumah saya.

Apa maknanya?

Saya ingin di tubuh PPDI juga seperti itu. Ada proses regenerasi yang harus berjalan dan menumbuhkan PPDI selebat mungkin nantinya. Saya ingin merekrut anak muda yang pernah menjadi pemimpin di masa pergerakan mahasiswa di kampus masing-masing. Saya ingin ada 100 kader PPDI yang pernah menjadi pemimpin mahasiswa di kampus, seperti Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, dan Institut Teknologi Bandung. Belajar politik jangan instan, harus jangka panjang. Perekrutan ini untuk target politik tahun 2014.

Saya butuh waktu untuk mempersiapkan mereka. Saya tidak bisa memberikan janji, tetapi memberikan harapan supaya kondisi masyarakat lebih baik. Persoalan pendidikan politik yang konkret bagi masyarakat tentu tak akan terasakan. Masyarakat bisa merasakan produk dari pendidikan politik yang baik itu berupa pemimpin yang baik dan kebijakan yang baik.

Bagaimana Anda melihat persiapan Pemilu 2009?


Paling dikhawatirkan adalah munculnya kecurangan terkait surat suara. Sebanyak mungkin saksi harus menjaga. Perlu diketahui, kecurangan itu bisa muncul bukan dari banyak partai. Tetapi, ada "tikus politik" yang disebar untuk melakukan kecurangan itu. Kecurangan bisa muncul dari surat suara golput (calon pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya), yang akan dicuri oleh "tikus politik". Kalau saja diperkirakan golput mencapai 30 persen, dari sekitar 170 juta surat suara akan ada surat suara kosong hampir 60 juta lembar. Surat suara inilah yang akan dicuri. Mencuri dari sesuatu yang tidak jelas pemiliknya ini yang sulit diawasi. "Tikus politik" bermain di situ.

Tinjauan Parpol

Konflik Jadi Penghalang untuk Tumbuh Menjadi Lebih Besar


Partai Penegak Demokrasi Indonesia adalah kelanjutan dari Partai Demokrasi Indonesia. Partai peserta pemilu sejak masa Orde Baru itu tidak pernah menjadi pemenang pemilu karena memang "diminta" mengalah pada partai lain.

Sebelum lepas dari kekuasaan Orde Baru, konflik memang melanda Partai Demokrasi Indonesia (PDI) sehingga memunculkan PDI Perjuangan. Ketika masih bernama PDI, raihan suara partai ini tidak terlalu jelek. Pada Pemilu 1992 partai ini meraih 52 kursi di DPR, atau naik sekitar 4,02 persen dibandingkan dengan Pemilu 1987. Namun, konflik membuat suaranya merosot pada Pemilu 1997 sehingga hanya meraih 11 kursi DPR, atau merosot 11,84 persen. Padahal, kursi DPR hasi Pemilu 1997 lebih banyak 25 kursi ketimbang pemilu sebelumnya, yang hanya 400 kursi.

Reformasi bergulir, sisa konflik PDI yang "berhadapan" dengan PDI-P masih amat berpengaruh pada hasil Pemilu 1999. Pada pemilu selepas kekuasaan Orde Baru ini, PDI hanya meraih dua kursi di DPR. Padahal, jumlah kursi DPR hasil Pemilu 1999 meningkat menjadi 462 kursi. PDI pun tidak memenuhi ambang batas perolehan suara (electoral threshold) sehingga harus berganti nama supaya bisa ikut Pemilu 2004.

Pada Pemilu 2004 PPDI terpuruk dengan hanya meraih satu kursi di DPR. Konflik yang terus mendera serta kehilangan figur yang dianggap kuat membuat partai ini sulit bangkit. Padahal, Pemilu 2004 menghasilkan 550 anggota DPR.

Konflik melanda PPDI kembali menjelang Pemilu 2009. Kini konflik itu belum sepenuhnya berakhir. Hal ini tampaknya kian menyulitkan partai ini. (TRA)

Sumber: Kompas, 4 April 2009